Walikota : Ajak Pengikut LGBT Kembali ke Jalan Allah

Walikota Banda Aceh Illiza Sa’aduddin Jamal menyebutkan sebelumnya masih banyak pihak yang tidak peduli soal LGBT karena kerap dihubung-hubungkan dengan HAM, namun seiring dengan gerakan komunitas LGBT yang semakin masif, MUI Pusat sudah mengeluarkan fatwa haram atas LGBT dan menggolongkannya sebagai kejahatan seksual.

“Sebenarnya soal LGBT ini tidak perlu lagi regulasi khusus, karena dalam Al-Quran sudah sangat jelas disebutkan berikut dengan hukumannya. Bagi mereka yang mengatakan LGBT melanggar HAM, bagaimana jika seandainya anak atau saudara mereka yang ikut menjadi LGBT? Apa tanggapan mereka?.” Ujar Walikota Banda Aceh Illiza Sa’aduddin Djamal saat menjadi salah satu narasumber dalam seminar bertajuk “Peran Ormas Islam dalam Menghadapi Gelombang Lesbian, Gay, Biseksual, dan Transgender (LGBT) di Indonesia”.

Seminar yang dihadiri oleh ratusan peserta ini digelar dalam rangka Musyawarah Daerah (Musda) Muhammadiyah Kota Banda Aceh XI dan Aisyiyah Kota Banda Aceh, Jumat (25/3/2016) di Aula Madani, Balai Kota Banda Aceh.

Illiza tampil bersama dua narasumber lainnya yakni Alyasa Abubakar (Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Aceh) dan Nasir Djamil (Anggota DPR-RI asal Aceh). Hadir pula di antara tamu undangan Anggota DPD-RI asal Aceh Ghazali Abbas Adan.

Illiza juga mengungkapkan kegelisahannya saat seorang dosen dari kampus ternama di Aceh mengatakan LGBT itu adalah pilihan hidup dan HAM. Oleh karena itu ia mengharapkan Muhammadiyah dan semua pihak agar lebih peduli terhadap fenomena ini.

“Kita semua tahu selama ini keberadaan LGBT ada di sekitar kita. Jangan musuhi, tarik dia dari komunitasnya dan kita bina untuk kembali ke jalan Allah. Pemerintah Kota Banda Aceh juga telah membentuk tim khusus yang terdiri dari lintas sektoral untuk menangani persoalan LGBT yang dapat kita ibaratkan seperti ‘penyakit menular’ ini,” pungkasnya.

Sementara Alyasa Abubakar menyebutkan, keberadaan LGBT di Indonesia saat ini sudah menjadi sebuah gerakan dan hal ini perlu diwaspadai. “Gerakan mendukung orientasi seks sesame jenis ini bermula pada 1950-an dengan suatu konsep semua aktifitas seksual yang dapat dinikmati maka dianggap normal. Kini sudah pada tingkat pelegalan pernikahan sejenis, bahkan sudah ada kepala negara yang tak malu mengakui memiliki pasangan sejenis,” ungkapnya.

Komunitas LGBT ini, sambungnya, terus berusaha merekrut anggota baru. “Mereka berusaha mengubah anak-anak yang berorientasi seksual normal menjadi seperti mereka. Incaran mereka memang anak-anak dan remaja. ‘Penyakit’ ini ditularkan kepada generasi muda kita secara masif,” ungkapnya lagi.

“Kalau ada yang bilang menolak LGBT melanggar HAM, itu adalah pembodohan. Keberadaan LGBT hingga saat ini belum disetujui dalam forum PBB, dan benar saat ini mereka terus berjuang agar terus diakui keberadaannya dan dilegalkan.”ujarnya.

Sementara itu Anggota DPR RI asal Aceh M. Nasir Djamil dalam materinya berjudul “LGBT dalam Perundang-undangan Indonesia” menyebutkan komunitas LGBT ini selalu melihat HAM dalam perspektif mereka sendiri. “Tafsir HAM dalam UUD 1945 yang suka disalahgunakan oleh mereka adalah Pasal 28E ayat 2, pasal 28I ayat 2,” katanya.

Ia kemudian menawarkan solusi penanganan polemik LGBT di Indonesia dari aspek hukum, pemerintahan, dan sosial masyarakat. “Dalam aspek hukum perlu dibentuk UU Larangan LGBT dan kriminalisasi LGBT dalam KUHP. Sementara pemerintah juga perlu mengalokasikan program dan pendanaan mencegah LGBT serta membuat tempat rehabilitasi dan pengobatan LGBT.”

“Dalam aspek sosial, masyarakat pun harus turut serta menyatakan penolakannya terhadap keberadaan LGBT, dan fungsi kontrol masyarakat harus diperkuat sebagai pencegah.”
Hal yang tak kalah penting, sebutnya, kebijakan kepala daerah ‘melawan’ LGBT juga harus didukung penuh oleh masyarakat.

“Masyarakat harus tegas menolak LGBT karena ini adalah jihad fisabilillah. Binatang saja tidak kawin dengan sesama jenis, lantas sebutan apa yang pantas bagi LGBT ini,” sebutnya.